Sistem Pemberian Keterangan DPR (SITERANG)

Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun keberlakuan UU Pemilu (Tahun 2017-2022), UU Pemilu pernah dilakukan pengujian materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana terdapat 2 (dua) putusan yang mengabulkan, diantaranya Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020 dan Putusan Nomor 32/PUU-XVIII/2021.

1. Bagaimana mengisi kekosongan hukum sebagai implikasi terhadap pasal atau ayat yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK? 2. Apa akibat hukum terhadap pasal atau ayat suatu undang-undang yang dinyatakan MK sebagai konstitusionalitas/inkonstitusional bersyarat? 3. Apakah terjadi disharmoni norma dalam suatu undang-undang jika suatu pasal, ayat yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK berimplikasi terhadap norma pasal ayat lain yang tidak diujikan?

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

1. Ketentuan Pasal 173 ayat (1) sebelum adanya putusan MK No 55/PUU-XVIII/2020 pada dasarnya mengatur baik partai politik yang telah lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 maupun tidak lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 (hanya memiliki atau tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota) sama-sama akan dikenakan verifikasi faktual dan verifikasi administrasi. Hal ini kembali dikuatkan dengan adanya Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017 yang membatalkan frasa “telah ditetapkan” dalam Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu dan juga membatalkan Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu. Artinya original intent dari Pasak 173 ayat (1) UU Pemilu adalah mengenakan verifikasi administrasi dan faktual sekaligus terhadap semua partai politik, tanpa membeda-bedakan. 2. Sementara itu, implikasi yuridis dari Putusan MK No 55/PUUXVIII/2020 justru sebaliknya, sangat menguntungkan bagi partai politik yang pada Pemilu 2019 tetah lolos Parliamentary Threshold hanya cukup melakukan verifikasi administrasi saja. Sementara bagi partai politik yang tidak lolos Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 (hanya memiliki atau tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/ Kabupaten/ Kota) akan dikenakan verifikasi faktual dan verifikasi administrasi. 3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-XIX/2021 pada dasarnya memiliki maksud yang sama Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-VI/2013, tetapi lebih menegaskan bahwa Putusan DKPP merupakan satu kesatuan dengan keputusan Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu sebagai tindak lanjut dari Putusan DKPP tersebut yang dapat dijadikan objek gugatan di Pengadilan TUN.

1. Terhadap Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah lulus verifikasi oleh KPU”, perlu ditindaklanjuti dan dilakukan perubahan oleh pembentuk undang-undang sebagai akibat dari adanya Putusan MK dalam perkara Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Perubahan tersebut dengan merujuk pada Putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 harus dimaknai “Partai Politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi namun tidak diverifikasi secara faktual, adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan Parliamentary Threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual, hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru”. Dengan demikian Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dimaksud dalam amar putusan MK Nomor 55/PUUXVIII/2020. Hal tersebut sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU Pembentukan PUU yang menyatakan bahwa, “Materui muatan yang harus diatur dengna Undang-Undang berisi tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi.” Perubahan terhadap UU Pemilu dituangkan dalam rencana perubahan UU Pemilu baik dalam daftar kumulatif terbuka maupun dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahunan. 2. Terhadap Pasal 458 ayat (13) UU Pemilu perlu ditindaklanjuti dan dilakukan perubahan oleh pembentuk undang-undang sebagai akibat dari adanya Putusan MK dalam perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021. Perubahan tersebut dengan merujuk pada Putusan MK Nomor 32/PUU-XIX/2021 yakni “Pasal 458 ayat (13) UU Pemilu harus dimaknai “Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10) mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu adalah merupakan keputusan pejabat TUN yang bersifat konkret, individual, dan final, yang dapat menjadi objek gugatan di peradilan TUN”. sehingga pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dimaksud dalam amar putusan MK Nomor 32/PUU-XIX/2021. Hal tersebut sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf d UU PPP. 3. Perubahan terhadap UU Pemilu dituangkan dalam rencana perubahan UU Pemilu baik dalam daftar kumulatif terbuka maupun dalam prolegnas prioritas tahunan.

Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentag Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

File terlampir.

File terlampir.

File terlampir.

File terlampir.

File terlampir.

File terlampir.

Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

Analisa dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.

File Terlampir.