Kajian, Analisis dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang (SIPANLAK UU)

Kajian, Analisis, dan Evaluasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang 
Penanggulangan Bencana

Kajian, Analisis, dan Evaluasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Tanggal
2017-06-01
Lokasi
Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Maluku, Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Jawa Barat.

Selama berlakunya UU Penanggulangan Bencana sejak tahun 2007, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI menemukan permasalahan utama dan mendasar terkait dengan pelaksanaan UU Penanggulangan Bencana antara lain: (Dalam Bab I) a. Isu Utama per aspek : Aspek substansi: - Adanya ketentuan yang harus menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat - Multitafsir, dan - Tumpang tindih kewenangan structural; Aspek kelembagaan: - Kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana (BPB) - Pelaksanaan fungsi koordinasi BNPB dan BPBD, dan - Manajemen sumber daya manusia BPBD; Aspek Pendanaan: - Pengaturan tentang pendanaan penyelenggaraan penanggulanggan bencana - Pengalokasian dana penyelenggaraan penaggulangan bencana; Aspek Sarana dan Prasarana: - keterbatasan alat dan daya jangkau - Pengadaan alat pendeteksi dini tsunami - Keterediaan lahan relokasi; Aspek Budaya Hukum: - Peningkatan kapasitas dan kemandirian masyarakat terhadap bencana - peranan instansi pada penyelenggaraan penanggulangan bencana. b. Putusan MK NONE c. Perlak belum diterbitkan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Presiden d. Prolegnas urutan ke-173

Pelaksanaan UU Penanggulangan Bencana sejak tahun 2007 terdapat permasalahan dalam implementasinya, antara lain: a. Aspek Substansi Hukum - Adanya ketentuan pasal yang harus menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat yaitu Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 4, Pasal 4, Pasal 5 - Adanya ketentuan pasal yang multitafsir yaitu Pasal 6 huruf e, Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 huruf d, Pasal 21 huruf a, Pasal 36 ayat (2), Pasal 38 huruf a - Adanya tumpang tindih kewenangan structural b. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum Kelembagaan Badan Penanggulangan Bencana - Belum terbentuknya unsur pengarah dalam setiap BPBD dikarenakan lamanya proses pemilihan unsur pengarah akibat tumpang tindih kewenangan sekretaris daerah sebagai kepala BPBD sekaligus sebagai unsur pengarah. - Amanat UU Penanggulangan Bencana kepada pemerintah daerah untuk membentuk BPBD tidak sejalan dengan amanat UU Pemerintah Daerah yang memberikan opsi kepada pemerintah daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah yang berpotensi beririsan dengan kewenangan BPBD. Pelaksanaan fungsi koordinasi BNPB dan BPBD - Tidak semua bencana ditangani oleh BNPB/BPBD - Pasal 18 ayat (2) menunjuk eselon Ib pada tingkat provinsi yang hanya dimiliki oleh jabatan sekretaris daerah sebagai ex officio kepala BPBD, mengakibatkan berimplikasi pada terhambatnya sekretaris daerah menjalankan tugas secara maksimal - BPBD yang bukan instansi vertikal dengan BNPB dan merupakan OPD mengakibatkan sulitnya koordinasi dan ketergantungan terhadap kebijakan pemerintah daerah Manajemen sumber daya manusia BPBD Ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU Penanggulangan Bencana mengharuskan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia yang mumpuni. Mutasi sumber daya manusia dan jabatan BPBD yang menyesuaikan kebutuhan Kepala Daerah mengakibatkan SDM terlatih di BPBD terbatas. c. Aspek Sarana dan Prasarana - Keterbatasan alat dan daya jangkau dalam penyelanggaraan penanggulangan bencana (transportasi, komunikasi, dan distribusi bantuan) - Pengadaan alat pendeteksi dini tsunami belum mencukupi mengingat besarnya kondisi geografis dan geologis Indonesia yang berpotensi bencana - Bagaimana merelokasi penduduk dari daerah yang memiliki potensi bencana tinggi maupun penduduk yang terkena dampak bencana ke tempat yang dinilai lebih aman dan memiliki potensi bencana yang lebih rendah d. Aspek Pendanaan - Pendanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdapat beberapa hambatan yaitu alokasi dana penanggulangan bencana yang bergantung pada kebijakan pemerintah daerah. - Kendala pencairan dana siap pakai di daerah. - Pengumpulan sumbangan dari masyarakat seringkali tidak mengajukan izin ke dinsos e. Aspek Budaya Hukum - fokus penanggulangan bencana saat ini masih pada tahap tanggap darurat dimana mengakibatkan bencana belum dapat meminimalisir dan dampak bencana selalu besar karena fokus utama penanganan seperti ini adalah untuk meringankan penderitaan korban. - Perlu mengatur substansi yang komprehensif berdasarkan pendekatan civil society yang mendorong masyarakat untuk mandiri (tidak pasif) dalam hal penanggulangan bencana

Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi UU Penanggulangan Bencana Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI merekomendasikan sebagai berikut: - perlu dilakukan perubahan pasal yaitu Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 4, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 huruf e, Pasal 7 ayat (3), Pasal 8 huruf d, Pasal 21 huruf a, Pasal 36 ayat (2), Pasal 38 huruf a - penambahan mengenai materi peran masyarakat dan peran sektor swasta dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana - BNPB : perlu dipertimbangkan mengenai usulan kedudukan BNPB untuk menjadi Kementerian Teknis Kebencanaan agar ada garis komando yang langsung kepada BPBD, memiliki personel tersendiri, dan pengalokasian anggaran kebencanaan yang terpisah untuk efektifitas pelaksanaan penanggulangan bencana

Kajian, Analisis, dan Evaluasi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem 
Pendidikan Nasional

Kajian, Analisis, dan Evaluasi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Tanggal
2017-03-01
Lokasi
Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Jambi

Selama berlakunya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sejak tahun 2003, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI menemukan permasalahan utama dan mendasar terkait dengan pelaksanaan UU UU Sisdiknas antara lain: (Dalam Bab I) a. Isu Utama per aspek - Aspek substansi Perlu adanya perubahan ataupun diatur lebih jelas beberapa ketentuan pasal didalam UU Sisdiknas - Aspek kelembagaan/struktur hukum • terkait kompetensi pendidik yang tidak sesuai dengan kualifikasi • terdapat kesenjangan jumlah guru yang berdampak pada mutu pendidikan sistem pendidikan nasional • terdapat kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta terkait dengan implementasi SNP - Aspek pendanaan • belum terpenuhinya alokasi anggaran Pendidikan sebesar 20% APBD oleh sebagian besar Pemda • lemahnya koordinasi kelembagaan antara Pemerintah dan Pemda - Aspek sarana dan prasarana Pengadaan ruang kelas,dan kondisi gedung sekolah kurang baik - Aspek budaya hukum Sudah berjalan dengan baik b. Putusan MK - bertentangan dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 5/PUU-X/2012 menyatakan Pasal 50 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. - bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 menyatakan Pasal 6 ayat (2) sepanjang frasa - bertentangan dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 24/PUU-V/2007 menyatakan Pasal 49 ayat (1) sepanjang frasa - bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 58/PUU-VIII/2010 menyatakan kata - bertentangan dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 011/PUU-III/2005 menyatakan Penjelasan Pasal 49 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. - bertentangan dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 menyatakan Pasal 12 ayat (1) huruf c sepanjang frasa - bertentangan secara bersyarat dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 menyatakan Pasal 53 ayat (1) konstitusional sepanjang frasa - bertentangan dengan UUD 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi - Putusan MK No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 menyatakan Penjelasan Pasal 53 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. c. Perlak belum diterbitkan tidak ada d. Prolegnas urutan ke-147

Pelaksanaan UU Sisdiknas sejak tahun 2003, terdapat permasalahan dalam implementasinya, antara lain: a. Aspek Substansi Hukum - Perlu adanya perubahan ataupun diatur lebih jelas pada beberapa ketentuan pasal didalam UU Sisdiknas yaitu Pasal 1 angka 11, Pasal 1 angka 12, Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), Pasal 14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24 ayat (3), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Penjelasan Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 29, Pasal 30 ayat (3), Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 34 ayat (2), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 46 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (3), Pasal 50 ayat (4) dan (5), Penjelasan Pasal 53 ayat (1), Pasal 54 ayat (2), Penjelasan Pasal 55 ayat (4), Pasal 58 ayat (2), Pasal 61. - Adanya perubahan dalam UU Pemda terkait kewenangan pengelolaan pendidikan, maka ketentuan dalam UU Sisdiknas harus diubah untuk menyesuaikan dengan ketentuan tersebut. - Didalam UU Sisdiknas belum adanya pengaturan mengenai perlindungan kepada peserta didik dan pendidik serta tenaga kependidikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. - Adanya putusan-putusan MK yang membatalkan beberapa ketentuan dalam UU Sisdiknas dan mengubah ketentuan dan penafsirannya, maka ketentuan pasal UU Sisdiknas harus disesuaikan dengan putusan MK tersebut. b. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum - Adanya pengaruh politisasi dunia pendidikan di daerah ysmg mengakibatkan program-program yang terkait dengan dunia pendidikan seakan tidak mampu dilaksanakan, sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh Pemerintah dalam upaya penyelamatan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan belum berkeadilan dan belum dilaksanakan secara nondiskriminasi. - Adanya dikotomi pendidikan antara jalur pendidikan formal dan nonformal khususnya dalam penyelenggaraan PAUD menimbulkan permasalahan dalam perlakuan terhadap satuan pendidikan, pemenuhan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan juga pendanaan satuan pendidikan. Posisi PAUD sebagai pendidikan formal perlu diatur dengan jelas dalam UU Sisdiknas. - Dalam praktek terdapat permasalahan sistem pendidikan nasional, antara lain: • kompetensi pendidik yang tidak sesuai dengan kualifikasi yang ditentukan oleh standar nasional Pendidikan • pendidikan berbasis keagamaan lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan formal. Penarikan guru pegawai negeri di sekolah berbasis keagamaan akan menyulitkan penyelenggaraan pendidikan karena keterbatasan jumlah pendidik • terdapat kesenjangan jumlah guru yang berdampak pada mutu pendidikan sistem pendidikan nasional yang akan semakin menurun • Perekrutan dan pendistribusian guru agama disekolah umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah tanpa melakukan koordinasi dengan Kanwil Kementrian Agama • Adanya ketimpangan antara guru pegawai negeri dan guru honorer, di Provinsi Jawa Timur juga terjadi hal demikian yaitu guru honorer pada pesantren dan swasta yang sampai saat ini gaji dan pendapatannya masih dibawah upah minimum regional serta jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kesehatan yang diberikan pun belum memadai. - Terdapat permasalahan mengenai implementasi Standarisasi Nasional Pendidikan (SNP) yaitu terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara sekolah negeri dan swasta, seperti yang terjadi di Jambi, di mana jumlah peserta didik pada sekolah negeri melebihi kapasitas (minat masyarakat cenderung ke sekolah negeri), sementara untuk sekolah swasta justru tidak terlalu banyak peminat. Hal ini menyebabkan ketimpangan antara jumlah ruang kelas dan jumlah peserta didik yang tidak memenuhi standar nasional Pendidikan. - Kebijakan yang belum taat regulasi oleh Pemerintah daerah (NTT) antara lain menyalahi regulasi terkait: a. Kebijakan belum berorientasi pada pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP); b. Kebijakan dalam pola kepemimpinan di tingkat dinas dan sekolah belum mengedepankan kepemimpinan pembelajaran. c. Aspek Sarana dan Prasarana - Ketentuan dalam permendikbud yang mengatur tentang sarana dan prasarana pada satuan pendidikan belum mengadobsi keragaman daerah, kondisi topografi wilayah dan kemampuan lahan satuan Pendidikan - Kendala dalam pelaksanaan revitalisasi sarana prasarana pendidikan di tingkat SMA/SMK di Jawa Timur yaitu terletak pada kurangnya anggaran, yang menyebabkan belum bisa dilakukan secara merata diseluruh sekolah SMA/SMK di Jawa Timur - Terkait dengan sarana prasarana penunjang Pendidikan terdapat permasalahan terkait pengelolaan dana BOS di Provinsi Sulawesi Selatan yang dibayar per tiga bulan, sehingga dalam pemenuhan sarana prasarana banyak sekolah yang hutang di toko yang menjual alat tulis - Di Provinsi NTT, sarana dan prasarana pendidikan berada dibawah standar yang layak. Ruang belajar yang tidak layak, perpustakaan sekolah/kampus kurang berfungsi karena sumber belajar tidak up to date sesuai tuntutan kurikulum - Terdapat kendala pada sarana dan prasarana Pendidikan khusus yaitu para peserta didik difabel belum mendapatkan kemudahan dalam mengakses Pendidikan (khususnya di Kota Jambi) d. Aspek Pendanaan - Masih belum efektifnya pengalokasian APBD karena Provinsi dan Kabupaten/Kota mengalokasikan APBD-nya kurang dari 20% untuk dana pendidikan yang bahkan jauh lebih kecil dari ketentuan 20% tersebut. - Adanya permasalahan dalam tanggungjawab pendanaan pendidikan. Pertama, adanya perbedaan persepsi Pemda atas angka 20% merupakan angka total dana yang ada untuk pendidikan, baik alokasi APBD maupun dana transfer. Kedua, komitmen kepala daerah menjadi faktor penentu dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan di daerahnya oleh karena perbedaan karakteristik kebutuhan daerah diperhadapkan oleh keterbatasan PAD sehingga sebagian besar Pemda belum memberikan prioritas alokasi anggaran pendidikan 20 % tersebut e. Aspek Budaya Hukum Peran serta masyarakat sudah diatur secara jelas didalam UU Sisdiknas, baik dalam pengelolaan, pengawasan dan penggunaan hasil-hasil pendidikan

Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi UU Sisdiknas, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI merekomendasikan sebagai berikut: a. Aspek Substansi Hukum - Mengacu pada ketentuan dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ketentuan UU Sisdiknas perlu dilakukan perubahan untuk dapat penyesuaian dengan perubahan-perubahan tersebut. - Perlu diaturnya mengenai perlindungan anak sebagai peserta didik, perlindungan kepada setiap komponen sumber daya manusia pada bidang Pendidikan dan peserta didik jarak jauh. b. Aspek Kelembagaan/Struktur Hukum Pelatihan dan peningkatan kompetensi guru yang wajib dilakukan secara rutin oleh pemerintah c. Aspek Sarana dan Prasarana Perlu dilakukan peningkatan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri sesuai standar nasional Pendidikan (SNP) d. Aspek Pendanaan Pakar pendidikan menyatakan bahwa ketentuan dana pendidikan dalam UUD Tahun 1945 telah mengatur sebagai ketentuan umum, dan ketentuan dana pendidikan dalam UU Sisdiknas harus dapat mencakup ketentuan dua sisi anggaran sekaligus, yaitu sisi pendanaan (financing) pendidikan dan sisi pembiayaan (cost). e. Aspek Budaya Hukum -

Kajian dan Analisis Pemantauan Pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Kajian dan Analisis Pemantauan Pelaksanaan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Tanggal
2016-09-30
Lokasi
Provinsi Bali, Provinsi Kepulauan Riau, dan Provinsi Sulawesi Selatan

Penanaman modal menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada bidang investasi, UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) menerapkan prinsip- prinsip dan komitmen internasional di bidang investasi yang menyangkut kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi penanam modal seperti perlakuan non diskriminasi antara penanam modal dalam negeri dan asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Permasalahan pokok yang menjadi kendala dalam penananam modal adalah pelayanan terpadu satu pintu. Dengan berlakunya UU PM menjadi payung hukum kegiatan penanaman modal yang mengatur lingkup sektor yang luas dan mengatur hal-hal pokok terkait ketenagakerjaan, bidang usaha, pengembangan penanaman modal bagi UMKM dan koperasi, fasilitas, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan, dan penyelenggaraan urusan penanaman modal.

1. Perkembangan investasi di Indonesia cukup membanggakan, namun masih terdapat kendala diantaranya permasalahan: a. perizinan investasi; b. infrastruktur; c. kepastian hukum; d. pertanahan; e. tenaga kerja. 2. Dalam penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pemerintah daerah belum mengacu pada Perpres Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 3. PTSP belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah daerah. Dalam bidang ketenagakerjaan implementasinya masih terdapat disharmoni antara UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Penanaman Modal. 4. Daftar bidang usaha terbuka dan tertutup tidak mencakup investasi tidak langsung/portofolio sehingga berpeluang terciptanya kepemilikan saham 100 persen milik investor asing melalui transaksi pasar modal. Hal ini dapat mengarah pada kemungkinan bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh modal asing. 5. Pencadangan usaha untuk UMKM dan koperasi belum dilaksanakan. 6. Pemberian dan perpajangan hak atas tanah bagi keperluan penanaman modal yang baru sudah mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 7. Penyelesaian sengketa dalam penanaman modal lebih banyak diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

1. UU Penanaman Modal masih relevan dengan kondisi saat ini karena pengaturannya sudah cukup mengakomodir bagi kepentingan Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Asing. 2. Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 21/PUU-V/2007 dan 22/PUU-V/2007 yang menyatakan Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2) dan Pasal 22 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka mengenai periijinan pemanfaatan tanah sudah mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.