• Bahwa keberadaan pasal a quo jelas memberi ruang yang semakin luas untuk mengizinkan perkawinan beda agama yang berdasarkan UU Perkawinan dianggap tidak sah, karena pada hakikatnya tidak ada agama yang diakui di Indonesia dengan bebas memperbolehkan umatnya menikah dengan penganut agama lain yang pada hakikatnya menimbulkan pertentangan yuridis (konflik hukum); (vide Perbaikan Permohonan hal. 12) • Bahwa apabila terdapat perkawinan yang dapat dilakukan tanpa didahului ritual agama dan hanya dilakukan melalui penetapan pengadilan, maka sejatinya ketentuan tersebut telah melanggar Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan hukum masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama; (vide Perbaikan Permohonan hal. 12) • Bahwa Para Pemohon merasa resah atas maraknya perilaku seks bebas di luar nikah, kumpul kebo dan prostitusi yang dimana perilaku amoral demikian dewasa ini semakin marak terjadi di Indonesia. Eksistensi pasal a quo dinilai dapat mereduksi hal-hal tersebut yang dimana menurut Para Pemohon Langkah tersebut dinilai tidak tepat dan justru memberikan legitimasi untuk perkawinan beda agama semakin popular yang sama artinya melegitimasi penyimpangan konstitusi. (vide Perbaikan Permohonan hal. 12)
Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU Administrasi Kependudukan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945)
2022-07-07
71/PUU-XX/2022
Tidak Dapat Diterima
Tidak ada timeline