90/PUU-XVIIl/2020
Kerugian Konstitusional: Pada intinya Pemohon Perkara 90 berpendapat UU MK Perubahan Ketiga sejak perencanaan, penyusunan, dan pembahasan telah melanggar dan bertentangan dengan ketentuan terkait tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (selanjutnya disebut UU 12/2011) dengan alasan: a. Naskah akademik UU MK Perubahan Ketiga hanya berisi 4 bab sehingga tidak sesuai dengan ketentuan dan Lampiran I UU 12/2011 sehingga tahap penyusunan dapat dinyatakan sebagai pelanggaran prosedur dalam Pasal 44 UU 12/2011 dan dapat dinyatakan cacat formil; b. Adanya pelanggaran asas keterbukaan pada tahapan perencanaan, penyusunan dan pembahasan, dan pembentukan UU MK Perubahan Ketiga melanggar tahapan pembentukan undang-undang yang berupa tidak terdaftarnya perubahan UU MK Perubahan Ketiga dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020; c. Tahap pembahasan berupa pembahasan dan pengesahan revisi undang-undang yang sangat cepat sehingga prosedur-prosedur pembentukan undang-undang diabaikan dan semua upaya pembahasan yang selama ini dilakukan hanyalah upaya untuk penyelundupan pasal dengan cara yang ilegal (vide Perbaikan Permohonan Perkara 90 him. 25-31); dan d. Naskah akademik sulit untuk diakses. Legal Standing: Bahwa merujuk pada pertimbangan hukum MK dalam Putusan Perkara Nomor 62/PUU-XVll/2019 yang diucapkan pada sidang 4 Mei 2021, mengenai parameter kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dalam pengujian secara formil, MK menyatakan: "Menimbang bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor 27 /PUU-Vll/2009, bertanggal 16 Juni 2010, Paragraf (3.9] mempertimbangkan sebagai berikut: "... bahwa untuk membatasi agar supaya tidak setiap anggota masyarakat secara serta merta dapat melakukan permohonan ujiformil di satu pihak serta tidak diterapkannya persyaratan legal standing untuk pengujian moteriil di pihak lain, perlu untuk ditetapkan syarat legal standing dalam pengujian formil Undang-Undang, yaitu bahwa Pemohon mempunyai hubungan pertautan yang langsung denqan Undanq-Undanq yang dimohonkan. Adapun syarat adanya hubungan pertautan yang langsung do/am pengujian formil tidaklah sampai sekuat dengan syarat adanya kepentingan dalam pengujian materiil sebagaimana telah diterapkan o/eh Mahkamah sampai saat lni, karena akan menyebabkan sama sekali tertutup kemungkinannya bagi anggota masyarakat atau subjek hukum yang disebut dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK untuk mengajukan pengujian secara form ii ... " Oleh karena itu, perlu dibuktikan lebih lanjut hubungan pertautan yang langsung antara Para Pemohon dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian secara formil. Selain itu, dalam pengujian secara materiil, perlu dibuktikan apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK serta Putusan MK Nomor 006/PUU-111/2005, Putusan MK Nomor 62/PUU-XVll/2019 dan Putusan MK Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional dalam pengujian suatu undang• undang secara materiil. Dalam hal ini, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam pengujian UU a quo secara formil maupun secara materiil. Pokok Permohonan: -
90/PUU-XVIIl/2020
Formil dan Materiil
Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24C ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945