24/PUU-XVII/2019
Kerugian Konstitusional: Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunya Pasal 449 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 509, dan Pasal 540 UU Pemilu yang pada intinya sebagai berikut: Bahwa Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunya ketentuan pasal-pasal a quo UU Pemilu dalam frasa “larangan pengumuman hasil survei atau jajak pendapat pada masa tenang”, dan “pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat” (vide Permohonan, halaman 9, nomor 21), beserta ketentuan pidana terhadap kedua frasa tersebut dikarenakan: a) Pasal-pasal a quo sudah pernah dibatalkan oleh MK dalam Putusan MK Nomor 9/PUU-VII/2009 dan Putusan MK Nomor 24/PUUXII/2014, sehingga menurut Pemohon pasal-pasal a quo merupakan pembangkangan terhadap putusan MK dan menyebabkan ketidakpastian hukum (vide Permohonan, halaman 9, nomor 23) b) Pasal-Pasal a quo menghilangkan hak menyampaikan pendapat (Vide Permohonan, halaman 10, nomor 27), dan menghilangkan hak Pemohon untuk mengeluarkan pendapat (freedom of speech), dan menghilangkan hak publik untuk memperoleh informasi (vide Permohonan, halaman 11, nomor 30). Legal Standing: DPR RI berpandangan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan Penjelasan UU MK, serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam putusan MK terdahulu. Pokok Permohonan: Bahwa pasal-pasal a quo UU Pemilu memberikan pengaturan mengenai hanya berupa pengecualian publikasi hasil survei pada masa tenang dan penundaan hasil perhitungan cepat. Pemohon tetap dapat melakukan publikasi hasil survei di luar masa tenang dan mengumumkan hasil perhitungan cepat setelah melewati masa waktu yang diatur, yaitu 2 (dua) jam setelah selesainya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Pasal-pasal a quo UU Pemilu justru memberikan perlindungan hukum terhadap penyelenggaran pemilu serentak dan memberikan jaminan atas keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Bahwa pasal-pasal a quo UU Pemilu sama sekali tidak menghalangi memperoleh hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD Tahun 1945, yaitu hak atas kepastian hukum, menyampaikan pendapat, dan memberikan informasi. Hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebut tetap dimiliki oleh Pemohon karena ketentuan pasal-pasal a quo UU Pemilu hanya memberikan pembatasan dalam suatu waktu tertentu demi keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis sebagaimana dibenarkan dan diatur dalam Pasal 28J ayat (2) UUD Tahun 1945. Oleh karenanya tidak ada hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya pasal-pasal a quo UU Pemilu.
24/PUU-XVII/2019
Pasal 449 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 509, dan Pasal 540 UU Pemilu
Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F UUD Tahun 1945